rumah >> Aturan Arbitrase

Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia

Peraturan Arbitrase

Berlaku efektif pada 22 April 2024

Lihat dalam format PDF:Bahasa Indonesia / English / 中文版

Daftar Isi

Bab Pertama: Pendahuluan 5

Pasal 1: Lingkup Penerapan dan Penjelasan 5

Pasal 2: Pengajuan, Pemberitahuan Tertulis, dan Batas Waktu 6

Pasal 3: Pemberian Kuasa 7

Pasal 4: Prinsip Iktikad Baik 7

Bab Kedua: Proses Arbitrase 7

Pasal 5: Permohonan Arbitrase 7

Pasal 6: Dimulainya Arbitrase 8

Pasal 7: Penunjukan Sekretaris Arbitrase 8

Pasal 8: Jawaban Permohonan Arbitrase 8

Pasal 9: Tuntutan Balik 9

Pasal 10: Jawaban Atas Tuntutan Balik 10

Pasal 11: Penggabungan Arbitrase 10

Pasal 12: Undangan Arbitrase 11

Bab Ketiga: Pembentukan Lembaga Arbitrase 12

Pasal 13: Kualifikasi Arbiter 12

Pasal 14: Jumlah Arbiter 12

Pasal 15: Penunjukan Arbiter Tunggal 13

Pasal 16: Penunjukan Tiga Arbiter 13

Pasal 17: Penunjukan Arbiter oleh Beberapa Pihak 14

Pasal 18: Pengungkapan Arbiter 14

Pasal 19: Pengingkaran Arbiter 14

Pasal 20: Permohonan Pengingkaran Arbiter 15

Pasal 21: Penggantian Arbiter 15

Pasal 22: Prosedur Arbitrase Setelah Penggantian Arbiter 16

Bab IV: Prosedur Arbitrase 16

Pasal 23: Ketentuan Umum 16

Pasal 24: Tempat Kedudukan Arbitrase 17

Pasal 25: Bahasa 17

Pasal 26: Hukum yang Berlaku 18

Pasal 27: Yurisdiksi Pengadilan Arbitrase 18

Pasal 28: Metode Pemeriksaan Arbitrase 19

Pasal 29: Bukti 19

Pasal 30: Absen dari Sidang 20

Pasal 31: Tindakan Sementara 20

Pasal 32: Perubahan Permohonan Arbitrase 22

Pasal 33: Pencabutan Permohonan Arbitrase 22

Pasal 34: Penutupan Pemeriksaan 23

Pasal 35: Pelepasan Hak Keberatan 23

Bab V: Putusan dan Keputusan Lain 23

Pasal 36: Putusan Prosedural 23

Pasal 37: Rekonsiliasi, Mediasi 24

Pasal 38: Batas Waktu Putusan 24

Pasal 39: Isi Putusan 24

Pasal 40: Cara Membuat Putusan dan Keputusan Lain 25

Pasal 41: Bentuk Putusan 25

Pasal 42: Penandatanganan Putusan 25

Pasal 43: Penyerahan Putusan 25

Pasal 44: Koreksi Putusan 26

Pasal 45: Pendaftaran Putusan 26

Bab VI: Ketentuan Tambahan 26

Pasal 46: Biaya Arbitrase 26

Pasal 47: Sifat Putusan yang Dibuat oleh Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia 26

Pasal 48: Penolakan dan Pembebasan Tanggung Jawab 26

Pasal 49: Pendanaan Pihak Ketiga 27

Lampiran 1: Standar Biaya Pendaftaran dan Biaya Arbitrase Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia 28

Lampiran 2: Model Klausul 30

Bab Pertama: Pendahuluan

 

Pasal 1: Lingkup Penerapan dan Penjelasan

1.Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia (selanjutnya disebut "Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia") berlokasi di Jakarta dan berada di bawah bimbingan Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional. Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia tidak menyelesaikan sengketa, tetapi memiliki hak untuk mengelola penyelesaian sengketa oleh Majelis Arbitrase sesuai dengan "Peraturan Arbitrase Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia" (selanjutnya disebut "Peraturan"). Ketua (selanjutnya disebut "Ketua") memiliki hak untuk membuat keputusan atas nama Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia, dan pekerjaan Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia dibantu oleh Sekretariat Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia (selanjutnya disebut "Sekretariat").

 

2.Jika kedua belah pihak sepakat secara tertulis untuk menyerahkan sengketa kepada Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia atau melakukan arbitrase berdasarkan Peraturan ini, Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia akan menerima permohonan arbitrase dan mengelola perkara sesuai dengan Peraturan ini, kecuali jika Para Pihak telah membuat perjanjian lain.

 

3.Peraturan ini berlaku sejak tanggal 22 April 2024, dan, kecuali jika Para Pihak telah membuat perjanjian lain, Peraturan ini akan berlaku untuk semua perkara arbitrase yang dimulai pada atau setelah tanggal berlakunya Peraturan ini.

 

4.Para Pihak berhak untuk mengubah penerapan Peraturan ini dalam bentuk tertulis, tetapi tidak boleh melanggar ketentuan wajib atau kebijakan publik dari hukum yang berlaku di Republik Indonesia.

 

5.Dalam Peraturan ini:

(a)"Majelis Arbitrase" mencakup 1 (satu) atau lebih arbiter yang ditunjuk;

(b)"Pemohon" mencakup 1 (satu) atau beberapa Pemohon; "Termohon" mencakup 1 (satu) atau beberapa Termohon;

(c)"Para Pihak" merujuk kepada Pemohon dan Termohon;

(d)"Permohonan Arbitrase" merujuk kepada permohonan arbitrase yang diajukan oleh Pemohon;

(e)"Pencabutan Permohonan Arbitrase" merujuk kepada permohonan oleh Pemohon untuk menghentikan proses arbitrase;

(f)"Putusan" merujuk kepada putusan apa pun yang diberikan oleh Majelis Arbitrase, baik itu sementara atau final;

(g)"Sekretaris Arbitrase" merujuk kepada sekretaris yang ditunjuk oleh Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia untuk membantu proses arbitrase;

(h)"Hari" merujuk kepada hari kalender.

 

Pasal 2: Pengajuan, Pemberitahuan Tertulis, dan Batas Waktu

1.Semua pernyataan tertulis atau komunikasi dan materi lampiran lainnya yang diajukan oleh pihak mana pun, harus diserahkan ke Sekretariat untuk registrasi dan pencatatan, serta salinan dengan jumlah yang cukup harus disediakan agar Sekretariat dapat memberikan salinan kepada Para Pihak dan arbiter. Semua pemberitahuan atau komunikasi antara Majelis Arbitrase dan Para Pihak harus disampaikan melalui Sekretariat.

 

2.Semua pemberitahuan atau komunikasi menurut Peraturan ini harus dikirimkan ke alamat yang ditentukan oleh Para Pihak atau alamat pihak atau agen mereka yang ditentukan oleh pihak lain. Jika alamat tidak ditentukan atau tidak dapat ditentukan setelah upaya yang wajar, semua pemberitahuan atau komunikasi harus dikirimkan ke alamat, faksimili, atau e-mail terakhir yang diketahui oleh pihak tersebut. Jika pihak tersebut tinggal di luar Indonesia dan alamatnya tidak diketahui, maka semua pemberitahuan atau komunikasi dapat dikirimkan ke perwakilan Republik Indonesia di negara tempat tinggal terakhir yang diketahui oleh pihak tersebut.

 

3.Semua pemberitahuan atau komunikasi menurut Peraturan ini dapat dikirimkan melalui surat tercatat, kurir pengiriman ekspres, faksimili, e-mail, atau metode elektronik lainnya yang dapat menyediakan catatan pengiriman. Jika dikirimkan melalui surat tercatat, atau kurir pengiriman ekspres, tanggal penerimaan semua pemberitahuan atau komunikasi oleh penerima dianggap sebagai tanggal pengiriman, jika tanggal penerimaan tidak dapat ditentukan, hari berikutnya setelah semua pemberitahuan atau komunikasi diserahkan dianggap sebagai tanggal pengiriman. Jika dikirim melalui faksimili, e-mail, atau metode elektronik lainnya yang dapat menyediakan catatan pengiriman, semua pemberitahuan atau komunikasi dianggap telah dikirimkan ketika mencapai alamat yang ditentukan.

 

4.Setiap batas waktu menurut Peraturan ini harus dihitung dari tanggal pemberitahuan atau komunikasi dikirimkan. Jika tanggal jatuh tempo dari pemberitahuan atau komunikasi adalah hari libur resmi Republik Indonesia, maka batas waktu tersebut akan berakhir pada hari kerja berikutnya setelah hari libur resmi tersebut.

 

5.Proses arbitrase harus diselesaikan dalam waktu 180 (seratus delapan puluh) hari sejak pembentukan Majelis Arbitrase. Dalam situasi di mana Para Pihak setuju atau perkara tersebut sangat kompleks, Majelis Arbitrase memiliki hak untuk memperpanjang batas waktu penyelesaian.

 

Pasal 3: Pemberian Kuasa

1.Para Pihak dapat menunjuk 1 (satu) atau lebih penerima kuasa dan memberikan informasi kepada Majelis Arbitrase tentang nama, alamat, dan kedudukan setiap pihak yang mewakili pihak yang bersengketa, serta menyediakan bukti pemberian kuasa dalam jumlah yang memadai.

 

2.Ketika hukum Indonesia diterapkan untuk menyelesaikan perselisihan, jika salah 1 (satu) pihak menunjuk penasihat asing atau penasihat hukum asing sebagai wakilnya, penasihat asing atau penasihat hukum asing tersebut hanya dapat menghadiri prosedur arbitrase di bawah pengawasan wakil yang memiliki kewarganegaraan Indonesia.

 

Pasal 4: Prinsip Iktikad Baik

Para Pihak harus mematuhi prinsip-prinsip iktikad baik, kerjasama, dan kejujuran, dan tidak boleh mengambil tindakan apa pun yang tidak perlu untuk menunda atau menghambat proses arbitrase.

Bab Kedua: Proses Arbitrase

Pasal 5: Permohonan Arbitrase

1.Ketika Pemohon mengajukan arbitrase sesuai dengan Peraturan ini, mereka harus mengajukan cukup banyak salinan permohonan arbitrase dan duplikatnya ke Sekretariat.

 

2.Permohonan arbitrase harus mencakup hal-hal berikut:

(a)Nama, alamat, nomor telepon atau e-mail dari Para Pihak dan wakilnya;

(b)Salinan klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase yang dikutip;

(c)Fakta dan bukti sengketa;

(d)Permohonan arbitrase yang spesifik, dengan nominal uang yang spesifik jika melibatkan sejumlah uang;

(e)Saran tentang bahasa arbitrase, tempat arbitrase, dan hukum yang berlaku untuk perselisihan substantif (jika Para Pihak belum sepakat tentang hal ini sebelumnya).

 

3.Saat mengajukan permohonan arbitrase, Pemohon harus membayar biaya pendaftaran dan biaya arbitrase sesuai dengan ketentuan dalam Lampiran 1 Peraturan ini.

 

4.Jika permohonan arbitrase yang diajukan oleh Pemohon tidak memenuhi persyaratan di atas atau tidak membayar penuh biaya pendaftaran dan biaya arbitrase sesuai dengan ketentuan dalam Lampiran 1 Peraturan ini, Sekretariat dapat meminta Pemohon untuk melengkapinya dalam jangka waktu yang tepat. Jika tidak dilengkapi setelah batas waktu, maka akan dianggap sebagai penarikan permohonan arbitrase, tetapi hal ini tidak mempengaruhi hak Pemohon untuk mengajukan permohonan arbitrase kembali.

 

Pasal 6: Dimulainya Arbitrase

Proses arbitrase dimulai setelah Sekretariat menerima permohonan arbitrase yang lengkap dan pembayaran penuh untuk biaya pendaftaran dan biaya arbitrase. Sekretariat harus memberikan pemberitahuan tentang dimulainya proses arbitrase kepada Pemohon.

 

Pasal 7: Penunjukan Sekretaris Arbitrase

Setelah proses arbitrase dimulai, Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia harus menunjuk 1 (satu) atau 2 (dua) Sekretaris arbitrase untuk menangani masalah prosedural dalam arbitrase.

 

Pasal 8: Jawaban Permohonan Arbitrase

1.Sekretariat harus menyampaikan kepada Termohon tanggal dimulainya proses arbitrase, permohonan arbitrase, dan dokumen lampiran lainnya.

 

2.Termohon harus mengajukan jawaban dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima permohonan arbitrase. Berdasarkan permohonan tertulis dari Termohon, Ketua berhak memutuskan apakah menyetujui perpanjangan atau penyingkatan waktu jawaban, tetapi paling lambat tidak boleh melebihi waktu sidang pertama.

3.Jawaban harus mencakup konten berikut:

(a)Nama, alamat, nomor kontak atau alamat e-mail dari Termohon dan wakilnya;

(b)Tanggapan terhadap fakta dan bukti yang dipertanyakan;

(c)Tanggapan terhadap permohonan arbitrase;

(d)Setiap keberatan terhadap yurisdiksi arbitrase;

(e)Saran tentang bahasa arbitrase, tempat arbitrase, dan hukum yang berlaku untuk sengketa substantif (jika Para Pihak belum mencapai kesepakatan sebelumnya).

 

Pasal 9: Tuntutan Balik

1.Setiap tuntutan balik yang diajukan oleh Termohon harus disampaikan bersamaan dengan jawaban. Berdasarkan permohonan dari Termohon, Ketua berhak memutuskan apakah menyetujui perpanjangan atau penyingkatan waktu untuk pengajuan tuntutan balik oleh Termohon.

 

2.Tuntutan balik harus mencakup konten berikut:

(a)Nama, alamat, nomor kontak atau alamat e-mail dari pihak dan wakilnya;

(b)Salinan dari klausul arbitrase atau perjanjian arbitrase yang dikutip;

(c)Fakta dan bukti yang dipertanyakan;

(d)permohonan arbitrase yang spesifik, jika melibatkan jumlah uang, jumlahnya harus ditentukan dengan jelas.

 

3.Ketika Termohon mengajukan permohonan tuntutan balik arbitrase, mereka harus membayar biaya pendaftaran dan biaya arbitrase penuh sesuai dengan ketentuan Lampiran 1 dari Peraturan ini.

 

4.Jika permohonan tuntutan balik arbitrase yang diajukan oleh Termohon tidak memenuhi persyaratan di atas atau jika biaya pendaftaran atau biaya arbitrase tidak dibayar penuh, Sekretariat dapat meminta Termohon untuk melengkapinya dalam waktu yang ditentukan. Jika tidak dilengkapi dalam waktu yang ditentukan, ini akan dianggap sebagai penarikan permohonan tuntutan balik, tetapi tidak mempengaruhi hak Termohon untuk mengajukan permohonan arbitrase lagi.

 

5.Setelah Sekretariat menerima permohonan tuntutan balik arbitrase yang lengkap dengan biaya pendaftaran dan biaya arbitrase yang cukup, Sekretariat harus segera memberi tahu Para Pihak bahwa mereka telah menerima permohonan tuntutan balik arbitrase dan tanggal penerimaannya.

Pasal 10: Jawaban Atas Tuntutan Balik

Pemohon harus mengajukan jawaban tertulis dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak menerima permohonan tuntutan balik. Berdasarkan permohonan dari Pemohon, Ketua berhak memutuskan apakah menyetujui perpanjangan atau pengurangan waktu untuk jawaban terhadap tuntutan balik.

 

Pasal 11: Penggabungan Arbitrase

1.Atas permohonan pihak yang bersangkutan, setelah meminta pendapat dari semua pihak, Ketua memiliki hak untuk menggabungkan 2 (dua) atau lebih perkara arbitrase yang sedang berlangsung jika memenuhi kondisi berikut:

(a)Para Pihak setuju untuk menggabungkan arbitrase;

(b)Semua permohonan dalam setiap perkara arbitrase diajukan berdasarkan 1 (satu) atau lebih perjanjian arbitrase yang sama; atau

(c)Meskipun semua permohonan dalam setiap perkara arbitrase tidak diajukan berdasarkan 1 (satu) atau lebih perj anjian arbitrase yang sama, namun semua pihak dalam setiap perkara arbitrase adalah sama dan semua sengketa melibatkan hubungan hukum yang sama, dan Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia menganggap bahwa semua perjanjian arbitrase tersebut saling terkait.

 

2.Berdasarkan Peraturan ini, pihak yang menggabungkan 2 (dua) atau lebih perkara arbitrase harus mengajukan salinan cukup dari permohonan penggabungan arbitrase ke Sekretariat.

 

3.Permohonan penggabungan arbitrase harus mencakup hal-hal berikut:

(a)Nomor perkara arbitrase;

(b)Nama dan kontak semua pihak yang meminta penggabungan perkara arbitrase;

(c)permohonan untuk penggabungan arbitrase;

(d)Salinan perjanjian arbitrase yang dikutip;

(e)Salinan dari setiap perjanjian atau dokumen hukum lainnya yang terkait dengan permohonan penggabungan, atau jika tidak ada perjanjian atau dokumen hukum lainnya, penjelasan sederhana tentang hubungan yang relevan;

(f)Fakta dan dasar hukum permohonan penggabungan arbitrase;

(g)Pemulihan atau kompensasi kerugian yang dicari.

 

4.Jika permohonan penggabungan arbitrase disetujui oleh Ketua, hal ini harus dianggap sebagai mandat bersama dari Para Pihak kepada Ketua untuk menunjuk arbiter, tetapi ini tidak mempengaruhi hak Para Pihak untuk meminta pengunduran diri arbiter.

 

5.Jika permohonan penggabungan arbitrase disetujui, pihak yang bersangkutan harus membayar penuh biaya pendaftaran perkara dan biaya arbitrase untuk setiap permohonan arbitrase atau permohonan balasan baru sesuai dengan Lampiran 1 dari Peraturan ini. Jika perlu, Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia berhak menyesuaikan biaya pendaftaran perkara dan biaya arbitrase setelah permohonan penggabungan arbitrase disetujui.

 

6.Jika permohonan penggabungan arbitrase disetujui, semua perkara arbitrase harus digabungkan ke dalam perkara arbitrase yang dimulai paling awal, kecuali jika Para Pihak telah membuat perjanjian lain.

 

 

Pasal 12: Undangan Arbitrase

1.Jika tidak ada perjanjian arbitrase antara Para Pihak tetapi mereka setuju untuk menyerahkan sengketa mereka ke Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia, atau jika 1 (satu) pihak mengundang pihak lain melalui Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, Sekretariat harus segera memberikan undangan arbitrase dan Peraturan ini kepada Para Pihak yang bersangkutan.

 

2.Jika pihak lain menyetujui secara tertulis untuk melakukan arbitrase, maka ini dianggap sebagai perjanjian arbitrase. Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia harus memberitahu pihak yang mengajukan undangan arbitrase untuk mengajukan permohonan arbitrase sesuai dengan ketentuan Peraturan ini.

 

3.Jika pihak lain tidak menandatangani undangan arbitrase atau tidak merespon dalam 14 (empat belas) hari setelah menerima undangan arbitrase, perjanjian arbitrase dianggap tidak tercapai.

 

4.Jika Para Pihak setuju dengan undangan arbitrase, mereka juga dapat langsung memasuki prosedur arbitrase berdasarkan undangan atau pemberitahuan tersebut. Jika Para Pihak tidak mengajukan keberatan terhadap yurisdiksi sebelum akhir sidang pertama, ini dianggap sebagai persetujuan Para Pihak untuk arbitrase oleh Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia.

 

Bab Ketiga: Pembentukan Majelis Arbitrase

Pasal 13: Kualifikasi Arbiter

1.Daftar arbiter mencakup para ahli dari berbagai bidang di berbagai yurisdiksi hukum di Republik Indonesia dan di seluruh dunia. Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia harus secara rutin meninjau, menambah, atau memodifikasi daftar arbiter.

 

2.Pemohon dan Termohon harus menunjuk arbiter dari daftar yang Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia sediakan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak pemberitahuan dimulainya proses arbitrase, dan harus disetujui oleh Ketua. Jika pihak yang menunjuk arbiter adalah warga negara di luar Republik Indonesia, pihak tersebut harus menanggung biaya yang berkaitan dengan arbiter asing tersebut. Ketua memiliki hak untuk menyetujui perpanjangan atau pengurangan waktu penunjukan arbiter berdasarkan permohonan dari Para Pihak dan situasi spesifik dari perkara. Jika Para Pihak tidak menunjuk dalam batas waktu, maka Ketua akan menunjuk arbiter.

 

3.Dalam keadaan khusus, pihak dapat mengajukan permohonan untuk menunjuk seorang ahli yang tidak terdaftar dalam daftar arbiter yang Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia sediakan sebagai arbiter, dan harus menyertakan fakta, alasan, dan CV lengkap dari ahli tersebut. Jika Ketua berpendapat bahwa tidak ada arbiter dalam daftar Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesiayang memiliki kualifikasi profesional yang diperlukan, dan arbiter yang diajukan oleh pihak memenuhi syarat perekrutan arbiter Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia, Ketua berhak memutuskan apakah menyetujui permohonan pihak tersebut. Jika Ketua menolak permohonan pihak, Ketua berhak untuk menunjuk seorang ahli yang memiliki kualifikasi profesional yang diperlukan tetapi tidak terdaftar dalam daftar arbiter Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia atau menunjuk dari daftar arbiter yang Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia sediakan.

 

4.Setelah Ketua menyetujui atau menunjuk seorang arbiter, Sekretariat harus segera mengirimkan pemberitahuan penunjukan arbiter kepada Pemohon dan Termohon.

 

Pasal 14: Jumlah Arbiter

1.Para Pihak berhak untuk menentukan jumlah arbiter.

 

2.Jika Para Pihak tidak membuat perjanjian sebelumnya, Pemohon dan Termohon harus menentukan jumlah arbiter dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan tentang dimulainya prosedur arbitrase. Ketua berhak memutuskan apakah akan menyetujui perpanjangan atau pengurangan batas waktu untuk Para Pihak menentukan jumlah arbiter, berdasarkan permohonan dari Para Pihak dan situasi spesifik perkara tersebut.

 

3.Jika Para Pihak tidak membuat perjanjian dalam waktu yang ditentukan atau tidak mencapai kesepakatan tentang jumlah arbiter, ketua berhak memutuskan bahwa perkara tersebut akan diperiksa oleh seorang arbiter tunggal. Kecuali dalam perkara yang rumit, melibatkan jumlah uang yang besar, atau ada situasi lain di mana ketua berpikir perlu untuk menunjuk tiga arbiter, ketua berhak menunjuk tiga arbiter untuk membentuk Majelis Arbitrase untuk memeriksa perkara tersebut.

 

Pasal 15: Penunjukan Arbiter Tunggal

1.Jika Para Pihak sepakat untuk membentuk Majelis Arbitrase dengan seorang arbiter tunggal, mereka berhak untuk menunjuk 1 (satu) kandidat arbiter dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan tentang dimulainya prosedur arbitrase. Ketua berhak memutuskan apakah akan menyetujui perpanjangan atau pengurangan batas waktu untuk Para Pihak menunjuk kandidat arbiter, berdasarkan permohonan dari Para Pihak. Jika Para Pihak menunjuk kandidat arbiter yang sama, dan setelah disetujui oleh ketua, maka kandidat arbiter tersebut harus ditunjuk sebagai arbiter tunggal.

 

2.Jika Para Pihak tidak menunjuk atau mencapai kesepakatan tentang penunjukan kandidat arbiter dalam waktu yang ditentukan, maka ketua berhak menunjuk seorang arbiter dari daftar arbiter yang disediakan oleh Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesiauntuk bertindak sebagai arbiter tunggal.

 

Pasal 16: Penunjukan Tiga Arbiter

1.Jika Majelis Arbitrase terdiri dari 3 (tiga) arbiter, Para Pihak berhak untuk menunjuk 1 (satu) kandidat arbiter masing-masing dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan tentang dimulainya prosedur arbitrase. Arbiter ketiga ditunjuk oleh ketua. Ketua berhak memutuskan apakah akan menyetujui perpanjangan atau pengurangan batas waktu untuk Para Pihak menunjuk kandidat arbiter, berdasarkan permohonan dari Para Pihak.

 

2.Jika salah satu Pihak atau Para Pihak tidak dapat menunjuk arbiter dalam kurun waktu yang telah ditentukan, Ketua berhak menunjuk arbiter atas nama pihak tersebut.

 

Pasal 17: Penunjukan Arbiter oleh Beberapa Pihak

1.Jika jumlah pihak lebih dari 2 (dua) dan Majelis Arbitrase terdiri dari 1 (satu) arbiter, penunjukan kandidat arbiter harus dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 15 dari Peraturan ini.

 

2.Jika jumlah pihak lebih dari 2 (dua) dan Majelis Arbitrase terdiri dari 3 (tiga) arbiter, baik pihak Pemohon maupun Termohon dalam perkara multipihak harus menunjuk 1 (satu) arbiter bersama sesuai dengan ketentuan Pasal 16 dari Peraturan ini.

 

 

Pasal 18: Pengungkapan Arbiter

1.Arbiter harus menandatangani pernyataan yang menjamin independensi dan penyelesaian arbitrase yang adil pada hari menerima pemberitahuan penunjukan sebagai arbiter.

 

2.Sejak hari menerima pemberitahuan penunjukan sebagai arbiter dan selama proses arbitrase berlangsung, arbiter harus segera mengungkapkan kepada Para Pihak, anggota lain dari Majelis Arbitrase, dan Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia, setiap situasi yang dapat memberikan alasan yang sah untuk meragukan keadilan dan independensinya.

 

Pasal 19: Pengingkaran Arbiter

1.Jika ada situasi yang dapat memberikan alasan yang sah untuk meragukan keadilan atau independensi seorang arbiter, arbiter tersebut dapat diminta oleh pihak yang terlibat atau oleh Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia untuk mengundurkan diri.

 

2.Seorang pihak hanya dapat meminta arbiter yang telah ditunjuk untuk mengundurkan diri berdasarkan alasan yang baru diketahuinya setelah penunjukan arbiter tersebut.

 

Pasal 20: Permohonan Pengingkaran Arbiter

1.Jika salah satu pihak mengajukan permohonan untuk penarikan seorang arbiter, mereka harus mengirimkan permohonan penarikan arbiter ke Sekretariat dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan penunjukan arbiter atau dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah mengetahui tentang situasi yang memerlukan penarikan, dan alasan untuk penarikan harus dijelaskan.

 

2.Sekretariat harus menyampaikan permohonan penarikan arbiter kepada semua pihak yang terlibat, arbiter yang diminta untuk mengundurkan diri, dan anggota lain dari Majelis Arbitrase.

 

3.Salah satu pihak harus mengirimkan pernyataan tertulis ke Sekretariat dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima permohonan penarikan arbiter. Jika pihak tersebut tidak mengirimkan pernyataan dalam batas waktu yang ditentukan, ini tidak akan mempengaruhi proses arbitrase.

 

4.Arbiter yang diminta untuk mengundurkan diri dapat mengajukan pengunduran diri setelah menerima permohonan penarikan, tetapi ini tidak berarti bahwa alasan penarikan yang diajukan oleh pihak tersebut telah diterima.

 

5.Jika pihak yang bersangkutan mengirimkan pernyataan tertulis kepada Sekretariat dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima permohonan penarikan arbiter, menolak permohonan penarikan tersebut, atau jika arbiter yang diminta untuk mengundurkan diri tidak melakukannya, ketua memiliki hak untuk membuat keputusan tentang permohonan penarikan arbiter.

 

Pasal 21: Penggantian Arbiter

1.Jika selama proses arbitrase seorang arbiter menolak atau gagal untuk bertindak berdasarkan Peraturan ini, atau karena alasan hukum atau faktual, meninggal dunia, atau ada kebutuhan untuk mengganti arbiter karena alasan lain, seorang arbiter pengganti harus ditunjuk sesuai dengan prosedur yang digunakan untuk mengganti arbiter. Jika salah satu pihak tidak menggunakan haknya untuk menunjuk dalam proses penunjukan arbiter yang akan digantikan, hal ini tidak akan mempengaruhi proses arbitrase.

 

2.Berdasarkan permohonan dari salah satu pihak dan situasi spesifik perkara, ketua memiliki hak untuk membuat keputusan berikut setelah memastikan bahwa hak pihak untuk menyampaikan pendapatnya telah terlindungi sepenuhnya:

(a) Menunjuk langsung seorang arbiter pengganti; atau

(b) Setelah penutupan sidang, mengizinkan kepada anggota lain dari Majelis Arbitrase untuk melanjutkan proses arbitrase dan membuat keputusan atau penetapan.

 

Pasal 22: Prosedur Arbitrase Setelah Penggantian Arbiter

1.Jika arbiter tunggal atau ketua Majelis Arbitrase diganti, persidangan arbitrase harus diulang kembali, kecuali jika Para Pihak menyepakati lain.

 

2.Jika seorang arbiter selain arbiter tunggal atau ketua Majelis Arbitrase diganti, persidangan arbitrase harus dilanjutkan, kecuali dalam keadaan khusus.

 

Bab IV: Prosedur Arbitrase

Pasal 23: Ketentuan Umum

1.Setelah meminta pendapat dari Para Pihak, Majelis Arbitrase harus menyelesaikan sengketa dengan cara yang adil, imparsial, cepat, dan ekonomis saat menggunakan kebijaksanaan mereka, dan tidak boleh melampaui batas waktu Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia.

 

2.Semua persidangan arbitrase atau hal-hal yang berhubungan dengan persidangan arbitrase, termasuk permohonan arbitrase, jawaban, tuntutan balik, pemberitahuan arbitrase atau komunikasi, catatan sidang, kesaksian saksi, Putusan, dan lain-lain, harus dirahasiakan di antara Para Pihak, arbiter, dan Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia, kecuali jika diatur oleh hukum yang berlaku atau disepakati lain oleh Para Pihak.

 

3.Dengan mematuhi hukum dan Peraturan ini, Majelis Arbitrase dapat melakukan arbitrase dengan cara yang mereka anggap tepat, tetapi harus memperlakukan semua pihak secara adil dan memberikan setiap pihak kesempatan yang wajar untuk menyampaikan perkara mereka pada tahap yang tepat dalam proses arbitrase.

 

Pasal 24: Tempat Kedudukan Arbitrase

1.Jika Para Pihak belum menyepakati tempat kedudukan arbitrase, Majelis Arbitrase memiliki hak untuk menentukan tempat kedudukan arbitrase berdasarkan keadaan spesifik perkara tersebut. Putusan harus dianggap dibuat di tempat kedudukan arbitrase.

 

2.Kecuali jika Para Pihak telah menyepakati sebaliknya, Majelis Arbitrase juga dapat mengadakan pertemuan di lokasi mana pun yang mereka anggap tepat untuk tujuan lain, termasuk sidang pengadilan, konsultasi, dan lain-lain.

 

Pasal 25: Bahasa

1.Semua prosedur arbitrase harus menggunakan bahasa Indonesia, tetapi dengan persetujuan dari arbiter, Para Pihak dapat menyetujui penggunaan bahasa lain yang sesuai.

 

2.Majelis Arbitrase berhak memerintahkan bahwa semua dokumen atau bukti yang diserahkan yang tidak sesuai dengan bahasa arbitrase yang berlaku harus disertai dengan terjemahan dalam bahasa arbitrase tersebut.

 

3.Jika Majelis Arbitrase atau Para Pihak membutuhkan bantuan penerjemah, penerjemah dapat disediakan oleh Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia atau oleh pihak yang bersangkutan. Jika Majelis Arbitrase membutuhkan bantuan penerjemah, biaya penerjemah harus dibagi antara kedua pihak sesuai dengan proporsi permohonan arbitrase yang didukung oleh Majelis. Jika pihak membutuhkan bantuan penerjemah, biaya penerjemah harus ditanggung oleh pihak yang meminta penerjemahan.

 

4.Putusan harus dibuat dalam bahasa Indonesia. Pihak dapat meminta untuk menerjemahkan Putusan ke dalam bahasa Inggris atau bahasa lain, dan biaya penerjemahan harus ditanggung oleh pihak yang meminta terjemahan tersebut.

 

Pasal 26: Hukum yang Berlaku

1.Majelis Arbitrase harus memutus sengketa berdasarkan hukum yang disepakati oleh Para Pihak. Jika Para Pihak tidak menyepakati hukum yang berlaku, Majelis Arbitrase harus menerapkan hukum yang menurut mereka paling tepat.

 

2.Untuk semua perkara arbitrase, Majelis Arbitrase harus membuat Putusan berdasarkan ketentuan perjanjian yang telah disepakati, dan harus mempertimbangkan setiap kebiasaan bisnis yang berlaku untuk transaksi tersebut.

 

3.Majelis Arbitrase hanya dapat bertindak sebagai penyelesai sengketa yang bersifat damai (amiable compositeur) atau membuat Putusan berdasarkan prinsip keadilan dan kewajaran (ex aequo et bono) jika Para Pihak secara eksplisit memberikan kewenangan kepada Majelis Arbitrase.

 

Pasal 27: Yurisdiksi Pengadilan Arbitrase

1.Majelis Arbitrase memiliki hak untuk menentukan yurisdiksinya sendiri, termasuk setiap sengketa yang berkaitan dengan keberadaan atau validitas perjanjian arbitrase. Untuk tujuan ini, klausul arbitrase yang merupakan bagian dari kontrak harus dianggap sebagai perjanjian yang independen dari ketentuan lain dalam kontrak. Keputusan Majelis Arbitrase bahwa kontrak tidak valid tidak harus secara otomatis mengakibatkan klausul arbitrase menjadi tidak valid.

 

2.Termohon harus mengajukan keberatan bahwa Majelis Arbitrase tidak memiliki yurisdiksi atas permohonan arbitrase dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan tentang dimulainya prosedur arbitrase. Pemohon harus mengajukan keberatan bahwa Majelis Arbitrase tidak memiliki yurisdiksi atas permohonan balasan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan tentang tuntutan balik. Penunjukan arbiter oleh pihak tidak menghalangi mereka untuk mengajukan keberatan bahwa Majelis Arbitrase tidak memiliki yurisdiksi. Keberatan bahwa Majelis Arbitrase telah melampaui yurisdiksinya harus diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak keadaan tersebut muncul. Ketua atau Majelis Arbitrase berhak memutuskan apakah akan menyetujui permohonan pihak untuk memperpanjang atau memperpendek waktu untuk mengajukan keberatan terhadap yurisdiksi Majelis Arbitrase.

 

3.Mengenai isu yurisdiksi, Majelis Arbitrase atau Pengadilan Negeri dapat membuat keputusan sebagai isu pendahuluan atau dalam Putusan. Jika Majelis Arbitrase membuat keputusan pendahuluan bahwa mereka memiliki yurisdiksi, Majelis Arbitrase berhak untuk melanjutkan persidangan arbitrase dan membuat Putusan, meskipun masih menunggu peninjauan Pengadilan Negeri atas keberatan terhadap yurisdiksi Majelis Arbitrase.

 

Pasal 28: Metode Pemeriksaan Arbitrase

1.Proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase harus dilakukan secara tertulis, tetapi sidang dapat diadakan jika Para Pihak sepakat atau jika Majelis Arbitrase menilai bahwa hal itu benar-benar diperlukan.

 

2.Jika Termohon tidak mengirimkan balasan tertulis dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima pemberitahuan tentang dimulainya prosedur arbitrase, Majelis Arbitrase harus memerintahkan Termohon untuk menghadiri sidang. Sekretariat harus mengirimkan perintah untuk menghadiri sidang kepada Para Pihak 14 (empat belas) hari sebelum sidang.

 

Pasal 29: Bukti

1.Para Pihak bertanggung jawab untuk membuktikan fakta-fakta yang menjadi dasar permohonan arbitrase atau jawaban mereka.

 

2.Para Pihak berhak mengajukan permohonan kepada Majelis Arbitrase untuk saksi dan ahli memberikan kesaksian tentang setiap masalah fakta atau profesional. Kecuali ditentukan lain oleh Majelis Arbitrase, pernyataan dari saksi dan ahli harus ditandatangani oleh mereka sendiri dan diserahkan dalam bentuk tertulis ke Sekretariat. Sekretariat harus mengirimkan pernyataan tertulis dari saksi dan ahli kepada Para Pihak dan Majelis Arbitrase. Majelis Arbitrase memerintahkan saksi dan saksi ahli untuk mengucapkan sumpah sebelum memberikan kesaksian.

 

3.Pada setiap saat selama proses arbitrase berlangsung, Majelis Arbitrase berhak meminta pihak untuk menunjukkan dokumen, barang bukti, atau bukti lainnya dalam jangka waktu yang ditentukan.

 

4.Majelis Arbitrase berhak membuat keputusan tentang penerimaan, relevansi, materialitas, dan pentingnya bukti apa pun yang disajikan.

 

Pasal 30: Absen dari Sidang

1.Jika Pemohon tidak hadir di sidang tanpa alasan yang sah setelah menerima pemberitahuan sidang, Majelis Arbitrase harus menyatakan bahwa permohonan arbitrase tidak valid dan tugas Majelis Arbitrase telah selesai.

 

2.Jika Termohon tidak hadir di sidang tanpa alasan yang sah setelah menerima pemberitahuan sidang, arbiter harus memberitahukan Termohon untuk hadir di sidang lagi. Sekretariat harus memberikan perintah untuk sidang kedua kepada Para Pihak sepuluh hari sebelum sidang kedua. Jika Termohon tidak hadir di sidang kedua tanpa alasan yang sah setelah menerima pemberitahuan sidang kedua, Majelis Arbitrase harus melanjutkan sidang dalam ketiadaan Termohon. Kecuali jika permohonan arbitrase Pemohon tidak memiliki dasar hukum atau bertentangan dengan hukum yang berlaku, Permohonan tersebut harus didukung sepenuhnya.

 

Pasal 31: Tindakan Sementara

1.Berdasarkan permohonan dari Para Pihak, Majelis Arbitrase memiliki hak untuk memutuskan apakah akan memerintahkan Para Pihak untuk mengambil tindakan sementara kapan saja sebelum membuat Putusan.

 

2.Tindakan sementara, termasuk tetapi tidak terbatas pada:

(a)Mempertahankan atau memulihkan status quo sebelum penyelesaian perselisihan;

(b)Mengambil tindakan untuk mencegah atau menghindari tindakan yang dapat menyebabkan: (i) kerusakan yang sedang berlangsung atau akan terjadi, atau (ii) penghalang terhadap proses arbitrase itu sendiri;

(c)Menyediakan sarana untuk melindungi aset untuk pelaksanaan Putusan di masa mendatang;

(d)Melindungi bukti substantif yang mungkin relevan dengan penyelesaian perselisihan.

 

3.Jika salah satu Pihak memohon untuk mengambil tindakan sementara berdasarkan Pasal 31 ayat 2 huruf (a) hingga (c), Pihak tersebut harus meyakinkan Majelis Arbitrase bahwa:

(a)Jika perintah untuk tindakan seperti itu tidak dikeluarkan, kerugian yang dihasilkan mungkin tidak dapat sepenuhnya dikompensasi oleh putusan ganti kerugian, dan kerugian tersebut jauh melebihi kerugian yang mungkin dialami oleh pihak yang menjadi sasaran tindakan tersebut jika tindakan tersebut diizinkan;

(b)Pihak yang mengajukan permohonan memiliki kemungkinan yang wajar untuk menang dalam substansi permohonan arbitrase. Penilaian kemungkinan ini tidak boleh mempengaruhi diskresi Majelis Arbitrase dalam membuat Putusan apa pun di masa depan.

 

4.Untuk tindakan sementara yang diminta berdasarkan Pasal 31 ayat 2 huruf (d), persyaratan dalam Pasal 31 ayat 3 huruf (a) dan (b) hanya harus diterapkan sejauh yang dianggap layak oleh Majelis Arbitrase.

 

5.Berdasarkan permohonan pihak, Majelis Arbitrase berhak untuk mengubah, menangguhkan, atau mengakhiri tindakan sementara apa pun, atau dalam keadaan khusus, setelah memberikan pemberitahuan sebelumnya kepada pihak, Majelis Arbitrase dapat secara mandiri mengubah, menangguhkan, atau mengakhiri tindakan sementara apa pun.

 

6.Jika pihak mengajukan permohonan untuk tindakan sementara, Majelis Arbitrase dapat meminta Pihak tersebut untuk memberikan jaminan yang tepat untuk tindakan tersebut.

 

7.Jika terjadi perubahan signifikan dalam situasi yang menjadi dasar permohonan atau pemberian tindakan sementara, Majelis Arbitrase berhak meminta Pihak untuk segera mengungkapkan situasi tersebut.

 

8.Jika Majelis Arbitrase kemudian menentukan bahwa tindakan sementara seharusnya tidak diberikan dalam situasi saat itu, pihak yang memohon tindakan sementara dapat bertanggung jawab atas biaya dan kerugian apa pun yang diakibatkan oleh tindakan tersebut kepada pihak mana pun. Majelis Arbitrase berhak membuat keputusan tentang biaya dan kerugian ini kapan saja selama proses berlangsung.

 

9.Permohonan tindakan sementara oleh salah satu pihak kepada Pengadilan Negeri tidak boleh dianggap sebagai ketidaksesuaian dengan perjanjian arbitrase atau penolakan perjanjian arbitrase. Setiap permohonan semacam itu dan tindakan apa pun yang diambil oleh Pengadilan Negeri harus segera diberitahukan kepada Majelis Arbitrase.

 

Pasal 32: Perubahan Permohonan Arbitrase

1.Selama persidangan arbitrase berlangsung, Para Pihak dapat mengubah atau menambahkan permohonan arbitrase, jawaban, atau tuntutan balik mereka, tetapi paling lambat harus sebelum sidang pertama, kecuali jika Majelis Arbitrase menganggap perubahan atau penambahan tersebut terlambat atau merugikan pihak lain, atau mempertimbangkan situasi lainnya dan berpendapat bahwa perubahan atau penambahan tersebut tidak seharusnya diizinkan.

 

2.Perubahan atau penambahan terhadap permohonan arbitrase atau jawaban, termasuk perubahan atau penambahan terhadap tuntutan balik, tidak boleh membuat permohonan arbitrase atau jawaban yang telah diubah atau ditambahkan melebihi yurisdiksi Majelis Arbitrase.

 

3.Jika pihak mengubah permohonan arbitrase, jawaban, atau tuntutan balik, jika sesuai, Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia berhak menyesuaikan biaya pendaftaran perkara, biaya administrasi, dan kompensasi Majelis Arbitrase.

 

4.Selain permohonan arbitrase, jawaban, dan tuntutan balik, Majelis Arbitrase dapat memerintahkan kedua belah pihak untuk menyediakan lebih banyak bukti atau pernyataan tertulis, dan harus menentukan batas waktu untuk pengajuan pernyataan tertulis tersebut.

 

Pasal 33: Pencabutan Permohonan Arbitrase

1.Selama Majelis Arbitrase belum membuat Putusan, Pemohon berhak mengajukan pencabutan permohonan arbitrase secara tertulis kepada Majelis Arbitrase. Jika jawaban telah diajukan oleh Termohon, Pemohon harus meminta persetujuan Termohon untuk mencabut permohonan arbitrase, jika tidak, permohonan arbitrase tidak dapat dicabut.

 

2.Jika Para Pihak setuju untuk mencabut permohonan arbitrase setelah proses arbitrase dimulai, pencabutan arbitrase harus dilakukan oleh Majelis Arbitrase melalui pemberitahuan pencabutan arbitrase.

 

Pasal 34: Penutupan Pemeriksaan

1.Majelis Arbitrase berhak memutuskan apakah proses pemeriksaan telah selesai setelah menanyakan kepada Para Pihak apakah ada materi tambahan yang perlu diserahkan, apakah ada saksi lain yang perlu didengar, atau apakah ada pendapat lain.

 

2.Jika dipandang perlu karena suatu keadaan khusus, Majelis Arbitrase berhak menetapkan, baik berdasarkan maupun tanpa permohonan salah satu Pihak, untuk mengadakan sidang lain sewaktu-waktu sebelum mengambil Putusan.

Pasal 35: Pelepasan Hak Keberatan

Jika salah satu Pihak tidak segera mengajukan keberatan terhadap setiap pelanggaran terhadap Peraturan ini atau perjanjian arbitrase, Pihak tersebut dianggap telah melepaskan hak untuk mengajukan keberatan semacam itu, kecuali jika Pihak tersebut dapat membuktikan bahwa terdapat alasan yang sah untuk tidak mengajukan keberatan pada saat itu.

 

Bab V: Putusan dan Keputusan Lain

Pasal 36: Putusan Prosedural

1.Majelis arbitrase memiliki hak untuk memutuskan segala hal prosedural berdasarkan Peraturan ini dan membuat putusan yang mereka anggap tepat, dan putusan tersebut mengikat Para Pihak.

 

2.Sekretaris arbitrase harus mencatat proses di mana Majelis Arbitrase membuat keputusan prosedural atau putusan. Setelah catatan tersebut menjadi dokumen konklusif dari prosedur arbitrase setelah ditandatangani oleh Majelis Arbitrase.

 

3.Jika salah satu Pihak mengajukan permohonan untuk mencatat prosedur arbitrase atau bagian apapun darinya, setelah disetujui oleh Majelis Arbitrase, maka pihak tersebut dapat mempekerjakan stenografer atau sekretaris independen untuk memberikan layanan. Stenografer atau sekretaris tersebut harus menyerahkan semua catatan ke Sekretariat, yang kemudian akan mengirimkannya ke Para Pihak dan Majelis Arbitrase. Biaya yang timbul dari hal ini akan ditanggung oleh Pihak yang mengajukan permohonan pencatatan.

 

4.Jika salah satu Pihak gagal atau menolak untuk mematuhi setiap putusan yang dibuat oleh Majelis Arbitrase, atau melakukan tindakan lain yang menghambat proses arbitrase, maka Majelis Arbitrase memiliki hak untuk memberikan sanksi kepada Pihak tersebut.

 

Pasal 37: Rekonsiliasi, Mediasi

1.Majelis Arbitrase terlebih dahulu harus mengusahakan perdamaian antara Para Pihak atau dengan persetujuan kedua belah Pihak, Majelis Arbitrase dapat bertindak sebagai mediator untuk membantu Para Pihak mencapai solusi mediasi.

 

2.Jika Para Pihak dapat mencapai solusi perdamaian atau mediasi, Majelis Arbitrase dapat membuat sebuah akta perdamaian berdasarkan solusi ini. Akta perdamaian ini memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Putusan, mengikat Para Pihak, dan dapat diberlakukan dengan cara yang sama seperti Putusan.

 

3.Jika usaha perdamaian atau mediasi tidak tercapai, maka Majelis Arbitrase akan melanjutkan proses arbitrase sesuai dengan Peraturan ini.

 

Pasal 38: Batas Waktu Putusan

Majelis Arbitrase harus membuat Putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah penyelesaian persidangan, kecuali jika Majelis Arbitrase menganggap perlu untuk memperpanjang batas waktu Putusan.

 

 

Pasal 39: Isi Putusan

1.Putusan harus mencakup:

(a)kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

(b)Nama lengkap dan alamat Para Pihak yang terlibat dalam sengketa;

(c)Uraian singkat tentang masalah sengketa;

(d)Argumen Para Pihak;

(e)Nama lengkap dan alamat arbiter atau Majelis Arbitrase;

(f)Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau Majelis Arbitrase mengenai keseluruhan sengketa;

(g)Pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam Majelis Arbitrase;

(h)Amar putusan dan pertimbangan;

(i)Tanggal dan tempat Putusan dibuat;

(j)Batas waktu pelaksanaan Putusan;

(k)Tanda tangan arbiter atau Majelis Arbitrase.

 

2.Jika seorang arbiter tidak dapat menandatangani Putusan dengan alasan sakit atau meninggal dunia, hal ini tidak mempengaruhi kekuatan berlakunya putusan.

 

Pasal 40: Cara Membuat Putusan dan Keputusan Lain

1.Jika terdapat lebih dari satu arbiter, maka setiap putusan atau keputusan lain dari Majelis Arbitrase, harus ditetapkan berdasarkan suatu putusan mayoritas para arbiter. Apabila di antara para arbiter tidak terdapat kesepakatan mengenai putusan, maka Putusan akan ditentukan oleh Ketua arbiter.

 

2.Jika terdapat masalah prosedural dan apabila tidak mencapai kesepakatan mayoritas, maka ketua Majelis Arbitrase dapat memutuskan atas pertimbangan sendiri, namun Majelis Arbitrase dapat melakukan revisi jika diperlukan.

 

Pasal 41: Bentuk Putusan

Seluruh Keputusan harus dibuat dalam bentuk tertulis dan mencantumkan alasan Putusannya. Putusan bersifat final dan mengikat bagi Para Pihak yang terlibat. Para Pihak harus melaksanakan seluruh ketentuan yang terdapat dalam Putusan tanpa penundaan.

 

 

Pasal 42: Penandatanganan Putusan

Putusan harus ditandatangani oleh seluruh anggota Majelis Arbitrase, dan harus mencantumkan tanggal Putusan dibuat dan tempat arbitrase. Jika terdapat lebih dari satu arbiter dan salah satu dari mereka tidak menandatangani putusan, maka Putusan tersebut harus menjelaskan alasan ketidakhadiran pada waktu penandatanganan.

 

Pasal 43: Penyerahan Putusan

Sekretariat harus menyampaikan Putusan kepada Para Pihak dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal Putusan dibuat.

 

Pasal 44: Koreksi Putusan

Para Pihak dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima Putusan, dapat meminta Majelis Arbitrase untuk memperbaiki kesalahan perhitungan, kesalahan pengetikan atau kesalahan cetak, atau kesalahan dan kelalaian serupa lainnya dalam bentuk tertulis. Jika Majelis Arbitrase menilai permohonan ini berdasar, Majelis Arbitrase harus melakukan pembetulan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah menerima permohonan tersebut.

 

Pasal 45: Pendaftaran Putusan

Sekretariat harus mengajukan Putusan pada Pengadilan Negeri untuk didaftarkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Putusan dibuat.

 

Bab VI: Ketentuan Tambahan

Pasal 46: Biaya Arbitrase

1.Biaya pendaftaran dan biaya arbitrase dari Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia harus ditentukan berdasarkan ketentuan Lampiran 1 dari Peraturan ini yang berlaku pada saat prosedur arbitrase dimulai.

 

2.Jika nilai sengketa dari permohonan arbitrase atau permohonan balasan arbitrase tidak dapat ditentukan, Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia harus membuat perkiraan sementara untuk biaya arbitrase tersebut. Jika terdapat pembaharuan atas biaya tersebut, maka Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia berhak untuk mengubah perkiraan biaya sementara.

 

Pasal 47: Sifat Putusan yang Dibuat oleh Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia

Seluruh putusan yang berkaitan dengan arbitrase yang telah dibuat oleh Ketua dan Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia bersifat final dan mengikat Para Pihak dan Majelis Arbitrase. Ketua dan Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia tidak perlu menjelaskan alasan putusan mereka. Para Pihak menyetujui bahwa diskusi Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia dan Ketua tentang perkara tersebut adalah rahasia.

 

Pasal 48: Penolakan dan Pembebasan Tanggung Jawab

Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia, Ketua, arbiter, setiap orang yang ditunjuk oleh Majelis Arbitrase, dan staf Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia, tidak memiliki tanggung jawab atas tindakan atau kelalaian apapun dalam arbitrase di mana Peraturan ini berlaku, kecuali hukum yang berlaku melarang pembatasan tanggung jawab semacam itu.

 

Pasal 49: Pendanaan Pihak Ketiga

1.Pihak yang menerima pendanaan dari pihak ketiga dan telah menandatangani perjanjian pendanaan harus segera mengirimkan informasi tentang pendanaan pihak ketiga tersebut dalam bentuk tertulis kepada Sekretariat. Sekretariat harus segera menyampaikan hal ini kepada pihak lain dan Majelis Arbitrase (jika sudah dibentuk).

 

2.Informasi tentang pendanaan pihak ketiga harus mencakup hal-hal berikut:

(a)Fakta bahwa perjanjian pendanaan telah ditandatangani;

(b)Nama dan kontak dari pihak ketiga yang memberikan pendanaan.

 

3.Pada permohonan pihak yang menerima pendanaan pihak ketiga dan dengan persetujuan Majelis Arbitrase, atau jika Majelis Arbitrase menganggap perlu, pihak yang menerima pendanaan pihak ketiga dapat diminta untuk memberikan seluruh informasi apapun mengenai pendanaan tersebut.

 

4.Jika terdapat perubahan dalam informasi tentang pendanaan pihak ketiga setelah pengungkapan pertama, pihak yang menerima pendanaan pihak ketiga harus memberitahukan perubahan tersebut dalam bentuk tertulis kepada Sekretariat. Sekretariat harus segera menyampaikan hal tersebut kepada pihak lain dan Majelis Arbitrase (jika sudah dibentuk).

 

5.Saat membuat keputusan tentang biaya arbitrase dan biaya lainnya, Majelis Arbitrase dapat mempertimbangkan ada atau tidaknya pendanaan dari pihak ketiga dan apakah pihak yang bersangkutan telah mematuhi ketentuan ini.

 

Lampiran 1: Standar Biaya Pendaftaran dan Biaya Arbitrase Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia

 

1.Biaya pendaftaran: Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)

 

2.Biaya Arbitrase (biaya administrasi, biaya peninjauan, dan biaya arbiter) dikenakan berdasarkan rentang seperti yang ditentukan di bawah ini, dengan biaya arbitrase minimal sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah):

 

Nilai Tuntutan/Klaim (Rp) Tarif (%)

Lebih kecil dari < Rp1.000.000.000,00 10%

Lebih kecil dari < Rp 2.500.000.000,00 9%

Lebih kecil dari < Rp 5.000.000.000,00 8%

Lebih kecil dari < Rp 7.500.000.000,00 7%

Lebih kecil dari < Rp10.000.000.000,00 6%

Lebih kecil dari < Rp 15.000.000.000,00 5%

Lebih kecil dari < Rp 25.000.000.000,00 4%

Lebih kecil dari < Rp 50.000.000.000,00 3%

Lebih kecil dari < Rp 100.000.000.000,00 2%

Lebih kecil dari < Rp 250.000.000.000,00 1.5%

Lebih kecil dari < Rp 500.000.000.000,00 1%

Lebih kecil dari < Rp 1.000.000.000.000,00 0.8%

Lebih kecil dari < Rp 2.000.000.000.000,00 0.6%

Lebih besar dari > Rp 2.000.000.000.000,00 0.6%

 

3.Biaya yang disebutkan di atas dibayarkan setelah Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia mengirimkan surat penyelesaian kepada Pemohon, dan Pajak Pertambahan Nilai akan ditambahkan ke biaya tersebut sesuai dengan tarif pajak yang berlaku.

 

4.Biaya yang disebutkan di atas tidak termasuk biaya berikut:

(a)Biaya transportasi dan honorarium untuk panggilan, saksi, atau ahli. Biaya ini ditanggung oleh pihak yang memperkenalkan saksi atau ahli. Jika saksi atau ahli disediakan oleh Majelis Arbitrase, biaya akan ditanggung oleh pihak yang mengajukan, dan dibayarkan kepada Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia sebelum saksi dan/atau ahli memberikan kesaksian.

(b)Biaya transportasi, akomodasi, dan biaya lainnya (jika ada) untuk arbiter yang tinggal di luar tempat sidang, ditanggung oleh pihak yang menunjuk atau memilih arbiter, jumlahnya ditentukan oleh arbiter yang bersangkutan, dan dibayarkan kepada pihak yang bersangkutan melalui Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia.

(c)Biaya untuk sidang yang diadakan di tempat selain yang ditentukan oleh Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia. Biaya ini termasuk biaya untuk tempat sidang, biaya transportasi dan akomodasi yang diperlukan, dan ditanggung oleh semua pihak yang meminta atau diminta oleh Majelis Arbitrase.

(d)Biaya inspeksi lapangan dihitung oleh Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia. Biaya ditanggung oleh Para Pihak yang bersangkutan, dan Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia akan mengeluarkan faktur kepada Para Pihak yang bersangkutan.

(e)Biaya untuk mendaftarkan Putusan di Pengadilan Negeri setempat.

 

5.Biaya arbiter ditentukan secara individual oleh Ketua Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia berdasarkan kompleksitas perkara yang spesifik.

 

6.Pengembalian Biaya Arbitrase

(a)Jika perkara ditolak sebelum dimulainya pemeriksaan, biaya arbitrase yang telah dibayarkan akan dikembalikan sebagai berikut: Jika permohonan penarikan diajukan dalam 5 (lima) hari setelah penerimaan pembayaran, pengembalian penuh; Jika permohonan penarikan diajukan antara hari ke-6 (enam) dan ke-90 (sembilan puluh) setelah penerimaan pembayaran, pengembalian 90% (sembilan puluh persen). Jika permohonan penarikan diajukan antara hari ke-91 (sembilan puluh satu) dan ke-180 (seratus delapan puluh) setelah penerimaan pembayaran, pengembalian 80% (delapan puluh persen). Jika permohonan penarikan diajukan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari setelah penerimaan pembayaran, pengembalian 70% (tujuh puluh persen). Jika penarikan perkara terjadi setelah pemberitahuan pembentukan Majelis Arbitrase dikeluarkan, biaya arbitrase yang telah dibayarkan tidak dapat dikembalikan.

(b)Jika perkara arbitrase dikembalikan oleh Badan Arbitrase Asia Pasifik Internasional Chamber Indonesia karena alasan apapun, dan pemberitahuan pembentukan Majelis Arbitrase belum dikeluarkan, pengembalian biaya arbitrase yang telah dibayarkan akan dihitung secara terpisah.

(c)Jika selama proses arbitrase Majelis Arbitrase memutuskan bahwa Majelis Arbitrase tidak memiliki wewenang untuk mendengar dan memutuskan perkara, biaya arbitrase yang telah dibayarkan tidak dapat dikembalikan.

 

Lampiran 2: Model Klausul

 

Setiap sengketa, perselisihan, perbedaan pendapat, atau klaim yang timbul dari atau berkaitan dengan kontrak ini, termasuk keberadaan, validitas atau penghentian kontrak, harus diserahkan ke Badan Arbitrase Asia Pasifik International Chamber Indonesia untuk penyelesaian melalui arbitrase, dan akan dilakukan sesuai dengan “Peraturan Arbitrase Badan Arbitrase Asia Pasifik International Chamber Indonesia” yang berlaku pada saat pemberitahuan arbitrase diajukan. Arbitrase harus dilaksanakan di Indonesia, Bahasa yang digunakan dalam prosedur arbitrase harus menggunakan _______ (pilih “Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris”), jumlah arbiter harus 1 (satu) orang, hukum yang berlaku untuk arbitrase adalah hukum Republik Indonesia, dan Para Pihak setuju untuk melepaskan hak periode yang ditentukan dalam Peraturan arbitrase, dan durasi arbitrase ditentukan oleh Majelis Arbitrase. Keputusan arbitrase adalah final dan mengikat bagi Para Pihak.